KENIKMATAN?

Posted on : 21 December 2020

Menyeruput jamu sambil merasakan dingin hujan di luar, mendengar rintik-rintik hujan, mengecap asam-pahit-asin-manis larutan jamu yang hangat. Mungkin seperti itulah bentuk kehadiran kartu tarot The Devil dalam diriku. Bagaimana tidak, waktu semacam itu adalah waktu yang terlalu sempurna untuk tidak dinikmati! Untuk tidur atau menamatkan satu season film seri. Sungguh suatu kado kemewahan tiada tara bagi rasa dan badan, yang terkadang juga menyulitkan.
Yah, andai saja tidak ada cucian yang harus dicuci, tulisan yang harus ditulis, atau setumpuk pekerjaan rumah untuk dikerjakan. Selalu saja ada hal yang harus dikerjakan dan dipertanggungjawabkan saat kesempatan enak-enakan itu datang. Lalu apakah harus ada yang mengalah? Kalau harus, bagaimana caranya? Yang harus dinikmati dan yang harus jadi itu sama-sama penting. Memang sebuah situasi yang pelik.
Rasanya sering sekali dilema seperti ini menelanku. Situasi yang akhirnya membuat tangan tak lagi kuat mengetiki keyboard, membuat hati jengah menyapu, mencuci dan beres-beres rumah. Tubuh seakan memaksa dirinya untuk merasa ngantuk saja. Membuat dirinya percaya kalau “aku sedang lelah, sedang tidak bergairah. Bukankah lebih baik tidak menulis, tidak mencuci, tidak bekerja yang susah-susah, daripada melakukan semuanya tanpa gairah?”
Lebih baik tidur dulu. Nah, kalau tidak bisa tidur, mungkin bisa nonton dulu hehehe.. ah, terkadang aku ini terlalu sevisi dengan tubuhku.
Pada akhirnya, mana yang bakal terpilih? Tentu saja kalau mau membuat pilihan yang mudah, segala jenis pekerjaan akan kalah. Terpendam jauh dalam cetusan ide untuk menikmati kesempurnaan jamu dan hujan. Dari tidur ke tidur, dari episode ke episode. Semakin jauh semakin susah untuk mengatakan sudah. Akhirnya, peduli setan soal pekerjaan! Kerja nggak usah cepat-cepat rampung. Cucian bisa menunggu. Rumah tidak akan marah kalau dia sedikit acak-acakan! Apalagi kalau ada orang lain yang bisa mengerjakan. Kenapa harus kita? Tak ada lagi alasan yang menghalangiku dari tidak menikmati waktu. Tidak ada.
Tapi semakin jauh, semakin dalam pada upaya penikmatan waktu, mulai muncul perasaan yang ganjil dan kurang. Penikmatan ini terasa menjadi terlalu nikmat. Sampai-sampai jadi ngeri sendiri kalau membayangkan harus lepas dan melanjutkan pekerjaan-pekerjaan yang kelanjutannya terhambat. Seakan hanya ada perbedaan tipis yang mengerikan antara yang harus dinikmati, dan kenikmatan yang mati. Antara wangi jamu dan hujan, dengan bau cucian-cucian yang tak kunjung dibersihkan.
Waah, kalau begitu, berarti yang harus dipilih jelas kerja-kerja, tanggungjawab-tanggungjawab, dan tugas-tugas yang mengerikan itu dong? Kalau mengerikan, ya tidak usah dikerjakan. Tubuh itu juga ada benarnya. Tidak baik kalau tidak mengerjakan sesuatu tanpa gairah.
Tapi berada di antara tembok tipis yang mengerikan itu ternyata penting juga. Karena bukan selalu soal nyaman dan tenang, enak dan enak. Dalam beberapa kesempatan, kenikmatan tidak selalu harus dirayakan saat itu juga. Karena penikmatan juga bisa datang dari perayaan atas sesuatu yang bisa dipertanggungjawabkan.
Harus hadir jengah dalam nyaman, takut dalam tenang, dan ancam dalam aman. Berdamai dengan The Devil walaupun pantat rasanya panas dan pikiran rasanya buntu, walau santai dan hujan tidak bisa langsung dirasakan saat itu. (iothemoon)

This entry was posted in : Renungan
And tagged : , , , , , , , , , ,

Leave a Reply