Memaafkan
Beberapa waktu yang lalu saya bertemu dengan seorang teman lama. Perempuan, 32 tahun, kita panggil Erna saja. Erna bercerita kalau dia baru saja putus dengan tunangannya karena ternyata tunangannya sudah memiliki istri di pulau seberang lautan. Dia merasa dibohongi. Erna masih merasa kecewa, sakit hati, marah karena dia berharap tunangannya ini yang akan menjadi suaminya. Apalagi usia Erna sudah tidak muda lagi.
Saya mencoba mengambil sisi positif dari kisah Erna ini. Erna harus bersyukur karena status tunangannya yang sudah memiliki istri diketahui jauh hari sebelum pernikahan mereka. Tuhan menunjukkan sifat sesungguhnya dari si tunangannya. Pasangan yang tidak jujur dan tidak setia pasti tidak baik untuk dibawa ke jenjang yang lebih serius, apalagi untuk hidup berkeluarga.
Supaya perasaan-perasaan negatif yang muncul (kecewa, marah, sakit hati) cepat hilang, Erna harus bisa memaafkan si tunangannya. Dengan memaafkan dan melepaskan perasaan-perasaan negatif itu, beban pikiran dan sakit hati Erna dapat jauh berkurang hingga akhirnya hilang. Peristiwa tersebut pasti tidak mungkin hilang, sampai seumur hidup Erna. Yang bisa dilakukan adalah memaafkan dan mengikhlaskan sehingga langkah ke depan akan jauh lebih ringan.