METAFISIKA (part 1)
Kita seperti sedang menonton film yang gambarnya gelap-gelap. Berusaha meraba objek/unsur yang sekelibat-sekelibat tersinar cahaya dan masuk ke dalam cerita, di sela-sela gelap dan abstraksi semesta.
Sehari-hari kita biasa bertemu dengan pohon, manusia, gunung, laut, udara, air, laptop, handphone, dan seluruh hingar-bingar semesta. Di antara kehadirannya, kita terus bergulir, beraktivitas dari hari satu ke satunya, tugas satu ke lainnya, interaksi satu dan satunya; bergerak dalam sebuah rangkaian kejadian yang lebih besar. Menjalani sebuah kehidupan, menerima sebuah kenyataan, ikut pergerakan benda-benda langit seperti bumi dan seluruh galaksi, pun mengisi konsekuensi dan ruang-ruang kosong waktu. Dunia dapat secara sederhana kita raba dan hadapi, namun juga terus membuka maksud-maksud dan maknanya yang lebih kabur untuk dijelajahi. Agak tersembunyi, terkadang terkunci, dan hanya bisa dibuka oleh kunci-kunci khusus. Ialah yang terkadang berbentuk pertanyaan-pertanyaan, atau pemikiran yang mungkin konyol, kekanak-kanakan, ruwet, mumet, dan aneh.
Anehnya manusia, mereka dari zaman ke zaman menggali sudut-sudut tersebunyi tersebut, meninggalkan jejak panjang pemikiran yang amat panjang. Mereka sepakat, sudut-sudut pengertian dunia yang tersembunyi itu adalah sesuatu yang menyenangkan untuk dipelajari. Seperti apakah dunia? Bagaimana bentuk dan alamnya; dalam bentuk dan alam yang tidak secara langsung kita hadapi? Dua ribu tahun lebih terkumpul jadi sebuah warisan pikir yang sepakat diberi nama metafisika.
Jujur saja saat pertama kali mendengar kata metafisika, saya langsung membayangkan para ‘makhluk metafisik’ seperti hantu, tuhan/tuhan-tuhan; energi-energi nonfisik seperti sihir, dan seterusnya. Tapi bila ditelusuri lebih dalam lagi, ternyata tidak hanya itu. Lebih dari sihir dan hantu, metafisika adalah sebuah konsep, wadah pertanyaan-pertanyaan manusia yang melandasi para ‘makhluk-makhluk metafisik,’ juga banyak hal lainnya! Dalam kumpulan bentuk-bentuk pemikiran manusia—atau biasa disebut filosofi—metafisika hadir berjajar menjadi semacam sudut pandang untuk melengkapi pandangan filosofi fisik. Bukan sekedar pencarian hal-hal yang hadir di luar fisik, ia mencoba mencari arti yang lebih dalam dari interaksi dan bentuk-bentuk dunia dan manusia.
Bahkan ungkapan “metafisika” sendiri secara langsung diadopsi dari salah satu judul buku Plato dalam seri fisika; Meta ta Physika yang dalam bahasa Yunani artinya “sesuatu (yang ditulis) setelah Physika.” Memang, pada perjalanannya, akhirnya ia mendapat makna baru jadi “yang ada melampaui pengertian fisika,” ia pun sempat melibatkan banyak bentuk makhuk mitologi, dewa-dewi dalam penjelasan pertanyaan-pertanyaannya. Namun metafisika tidak serta-merta tentang alam klenik dan hantu-hantu saja. Metafisika adalah kita dan bagaimana pikir membawa diri melihat dunia. Terkadang ia tidak terlalu terikat oleh ide-ide yang didasari kuat oleh kenyataan fisik seperti sains, tapi di sisi lain tetap berusaha untuk menjadi sebuah sarana membantu pencernaan akal yang masuk akal.
Seperti apakah misi-misi metafisika selama menjadi kunci sudut-sudut dunia dari waktu ke waktu? Seperti apakah pertanyaan-pertanyaan yang dibawa, peradaban-peradaban yang melahirkannya? Mari kita dalami di edisi selanjutnya~ (IoTheMoon)
And tagged : air, bergerak, cahaya, dewa, dewi, energi non fisik, gelap, gunung, hantu, interaksi, kehidupan, kejadian kehidupan, kenyataan, klenik, laut, makhluk metafisi, makhluk mitologi, manusia, metafisika, mitologi, pohon, semesta, sihir, udara