Pertanyaan-Pertanyaan Metafisika (bag. 3)

Posted on : 25 October 2021

Pada akarnya, metafisika adalah sebuah pembelajaran yang mencoba menjawab paling tidak dua pertanyaan: “Apakah yang ada? Seperti apa dan bagaimanakah menjadi ada itu?”
Dimulai dari sana, ia mencari jawaban atas pertanyaan tersebut lewat sudut pandang seluas-luasnya, yang terbagi dalam beberapa tema. Ada fokus besarnya yang khusus mengolah tatanan dunia, ada pula yang khusus mengolah relasi dan esensi benda-benda di dalamnya.

Kosmologi

Kosmologi adalah salah satu dari fokus metafisika tersebut. Ia termasuk pilar inti dari tema-tema metafisika. Namanya adalah gabungan dari kata pembelajaran (logia) dan dunia (kosmos) dalam Bahasa Yunani.
Sebuah upaya mempelajari dunia, dibangun atas kesadaran bersama bahwa kita sedang berada dalam sebuah dunia fisik yang berhubungan dan memiliki pengaruh bagi satu sama lain. Pergerakan bintang-bintang dalam kubah langit dapat menandai musim panen tanaman; unsur-unsur, elemen-elemen menyatu dan memisah membuat senyawa; semua benda-benda dalam alam terikat dan tunduk pada sebuah nature/kodrat. Bagaikan sebuah orkestra, kita adalah musisi dalam hubungan dinamika alam semesta. Siapakah komposernya? Siapakah konduktornya? Bagaimanakah itu semua lahir? Mencoba menjawab itu juga salah satu misi pemikiran kosmologi.
Kosmologi Buddha mengatakan bahwa semesta yang kita kecapi ini adalah sebuah cerita yang tidak pernah dimulai, dan tidak pernah selesai. Ia tidak muncul, tidak pudar. Daur mati-hidupnya terus berputar. Elemen ilahi, elemen bumi, dan kita makhluknya adalah keseimbangan dalam koeksistensi.
Namun ada juga yang mengendus semesta lewat jejak-jejak konkret scientific. Lewat indikasi-indikasinya, bentuk asli orkestra semesta digambarkan sebagai sebuah hasil sebab tanpa penyebab. Yang pada suatu saat sebelum waktu, merekah dalam Big Bang. Kejadian yang tanpa alasan, tanpa pemicu memberi lahir energi, material, sekuens waktu, dan samudera miliaran, triliunan, infinite kemungkinan. Kehidupan, kematian, waktu, dan ruang. Kita hanya kebetulan saja terdampar di salah satu tepian pantainya. Ikut dalam perkembangan samudera yang terus bergolak, bersiklus, berubah; sampai hari ini dan entah kapan.
Ada lagi pemikiran bahwa semesta adalah anak yang lahir dari kehendak Tuhan atas semua makhluk-makhluknya. Ia ada supaya ada. Banyak jawaban-jawaban yang diupayakan, dan tidak semua manusia dari semua zaman bisa menerima jawaban yang sama atas bentuk dan susunan si orkestra.
Lalu bagaimanakah konduktor orkestranya bekerja? Bagaimana kita para musisi dapat dapat saling mengerti satu sama lain, pun dapat mengerti maksud Sang Komposer kalau bentuknya saja tidak bisa disepakati sama? Dari peradaban ke peradaban, simbah buyut ke cucu buyut, sudut bumi satu ke sudut bumi satunya, sang konduktor ini pun juga dilihat bekerja lewat berbagai bentuk dan media.
Pada masa praliterasi, sebagian besar pelosok bumi sepakat, mereka melihat pohon sebagai sang entitas penyambung daya vertikal dan horizontal semesta. Pohonlah yang ada di tengah surga dan dunia, ritual-ritual dan beberapa oracle dilahirkan di bawahnya. Namun didapati pula di titik waktu lain, seorang Tuhan yang mengirimkan diriNya sebagai konduktor di tengah manusia. Ia yang sempat hidup dan melarutkan diri dalam harmoni orkestraNya sendiri, sambil memberi contoh di sana sini. Lalu ada lagi keberadaan daya-daya seperti gravitasi, hukum alam, evolusi, general relativity, dan kawan-kawannya yang diakui mempengaruhi sang orkestra. Bentuknya dilihat berbeda-beda, gerak aba-abanya agak beda, tapi secara garis besar, hampir sama. Para konduktor ini membantu memberitahu garis-garis batasan, ketukan, dan alur harmoni semesta.
Ia adalah yang ada di ujung pelatuk seluruh ledakan orkestra semesta ini. Seperti apakah wajah dan bentuk piece milik Sang Komposer itu? Untuk apakah ia lahir dan dimainkan? Wah ya itu tentu saja itu jadi diskusi yang panjang lagi dalam tema kosmologi. Yang kalau dibedah satu-satu bisa melebar panjang sekali dan mengubah tulisan ini menjadi tulisan tentang kosmologi.

Ontologi

Bagaimanakah konsep, intinya menjadi? Menjadi nyata (being), membangun kenyataan (becoming) dan realitas. Ia memilah dan bertanya mengenai kategori-kategori dasar dari ‘menjadi’. Bagaimanakah bentuk ‘yang jadi’ itu bila dipecah jadi elemen-elemen yang paling fundamental? Bagaimanakah mereka terikat satu dengan lainnya? Namanya lahir dari Bahasa Yunani ontos; ‘being’ atau ‘apa yang ada’ dan logia; pengkajian atau pembelajaran logis.
Dalam ontologi suatu bentuk dipercayai memiliki kualitas khusus yang membuatnya dianggap ada sebagai sebuah bentuk. Meja dapat mejadi meja dengan empat kakinya, dengan bentuknya yang datar di atas, dan dengan fungsinya yang telah disepakati.
Dalam bentuk itu ada terkandung kualitas partikular, seperti misalnya warna merah mawar yang khusus untuk menjadi kualitas sebuah mawar. Merahnya mawar membuat mawar tidak dapat disamakan dengan bentuk lain, biarpun bentuk lain juga berwarna merah seperti lampu merah. Ialah merah partikular mawar, dan membuat mawar menjadi mawar.
Juga ada kualitas universal; seperti ide ke-merah-an yang saling berhubungan dan dapat dibagi dengan stroberi, apel, lampu merah, dan banyak hal merah lain, namun tidak serta-merta membuat mereka menjadi satu benda.
Dari sana, ontologi meneliti bagaimana benda-benda membentuk bentuk-bentuk abstrak seperti angka, dan konkret seperti tanaman dan manusia. Benda-benda dan hal-hal tersebut bergantung secara ontologis satu sama lain, seperti permukaan bumi yang tidak akan ada jika tidak ada bumi. Ontologi juga melihat bahwa dalam tiap kenyataan, mereka membawa identitas. Bagaimana ia membawa kualitas-kualitas dan material-materialnya menjadi satu bentuk, bahkan bila satu atau dua kualitasnya sudah berganti seiring waktu. Pula bagaimana mereka dapat menjadi sebuah sesuatu yang nyata, dan apa yang mungkin menjadi nyata. Membuat ontologi sebuah fokus metafisika yang cukup luas jangkauannya.

Sisanya

Sisanya ada fokus metafisika yang lebih dalam menyelam mengenai ruang dan waktu, agama, pikiran dan intelektual, bahkan yang mempertanyakan nilai-nilai metafisika sendiri. Arenanya sungguh luas, lebih luas dari daun kelor atau lapangan sepak bola.
Saking luasnya, mencerna garis besar penjelajahan metafisika saja itu rasanya tidak mungkin untuk dilakukan hanya dalam beberapa hari—itu yang saya coba lakukan beberapa hari ini, dan sepertinya gagal. Namun sepertinya segenggam pengertian dan keingintahuan terhadapnya dapat jadi sebuah bekal baik untuk langkah memulai relasi unik dengan dunia. Sepertinya ia juga memang bukan sebuah produk pengetahuan absolut dan baku. Sesuatu yang tidak bisa kita mengerti dalam sekali jalan, satu sudut pandang. Yang-melebihi-fisik ini adalah suatu topik bersama untuk dimengerti. Untuk terus dipertanyakan dan dipelajari, dijadikan bekal seiring langkah kita mengolah bumi. Menjadi kunci bagi banyak arti tersembunyi bumi yang menarik dan patut diapresiasi. (IoTheMoon)

Leave a Reply