The Hermit
Tik… tik… tik… tik… suara freewheel berdetik konstan. Minggu sore itu Noriko berjalan perlahan, seorang pesepeda dan sepedanya bersama. Badannya terasa ringan, bersih. Sepeda dan pesepedanya sama-sama baru tersegarkan. Ia merasa lega, sore itu sepeda akhirnya dapat terangkai kembali, setelah tiga minggu terakhir tercerai-berai dalam puluhan bagian. Ingin sekali mereka pergi. Ke mana pun, sejauh apa pun. Kalau mereka dibukakan kartu tarot mungkin yang keluar adalah The Hermit (atau The Rider). Karena rasanya telah ketemu jiwa yang ingin pergi dengan raganya yang segar-siap. Telah terlewati masa-masa menanti dan mempelajari. Jalannya pasti akan mantap! Sudah tidak ada lagi sesuatu pun yang kurang.
Ternyata belum. Ternyata ada. Kali ini sambungan rantai ternyata tidak ingin menyambung. Sepeda harus dituntun. Akhirnya hanya bisa pasrah, freewheel memilih untuk konstan berdetik separuh jalan. Sungguh < em>freewheel ini memiliki free will.
Aslinya, freewheel bekerja supaya pedal tidak ikut berputar saat sepeda bergerak maju tanpa dikayuh. Bunyinya tik… tik… tik… begitu. Ia akan berbunyi saat sepeda dituntun, atau dalam interval-interval singkat antarkayuh. Bila sepeda sedang dikayuh, freewheel akan diam.
Cengkrama tuntun-tuntunan antara pesepeda dan sepeda itu berlangsung selama setengah jam. Dalam 3 km yang membuat gemas itu Noriko merenungkan. Betapa jadi the hermit yang disimbolkan kartu tarot The Hermit itu lebih rumit dari sekedar merasa bisa dan siap. Namun sebetulnya mudah dipelajari. Dapat digali dalam contoh-contoh sederhana, seperti menuntun sepeda.
“Ah, memang, soul-searching, mendengarkan, mengerti, menguasai diri untuk melangkah pasti itu ndak usah muluk-muluk. Tidak perlu menjadi yogi, menemukan pencerahan setelah meditasi 40 hari, atau pergi nge-hippie dalam sebuah perjalanan ribuan kilometer seperti film/buku Into the Wild. Nge-hermit itu mudah saja, tinggal bagaimana kita merefleksikannya.” pikir Noriko bergaya seperti orang yang tercerahkan.
Semesta memberikan kesempatan nge-hermit lewat pertanyaan-pertanyaan orang yang penasaran “kenapa dituntun?” atau “mau pergi ke mana?” Walau hanya dibalas, “Hehe iya ini mau pulang. Kok masih di sawah, Pak?” Noriko jadi ikut bertanya juga. Aku mau ke mana? Kenapa? Ngapain? Iseng saja, kah?
Kalau dipikir-pikir, orang nyepeda itu ada simbah-simbah ke pasar, bapak-bapak tiap hari commute ke sawah, para pehobi mubeng-mubeng ndak jelas, bakul-bakul keliling, pebalap, sampai anak-anak yang berangkat sekolah itu berusaha melakukan satu hal yang sama. Mengayuh. Upaya mereka sama-sama mengayuh memutar roda.
Tapi ada yang tujuannya ingin cepat bertemu teman, bersiap menjual hasil kerja, memikirkan urusan pekerjaan, serius mengayuh, mengolah dan memusatkan tenaga, ada juga yang sekedar ingin melihat bisa sampai mana, secepat apa. Ada yang mengayuh bagai tarikan nafas tiap hari, sampai mereka yang hanya kadangkala saja merasa ‘ingin sehat’. Dari sehat fisik sampai sehat hati. Banyak. Raga geraknya mirip-mirip, namun jiwa pergerakannya yang bikin mereka sangat beda satu sama lain. Tidak semua juga punya batasan kekuatan mengayuh dan kesempatan-kesempatan pergi ke tempat yang sama. Kadang ada yang harus ketemu sepeda rusak, atau pesepeda rusak di tengah jalan. Kadang juga mulus, mulus sekali.
Nah ini dia. “Kesempatan kita beda-beda. Ingin kita beda-beda. Lalu apakah sepedaku akan nurut dengan inginku? Apakah jalanku cocok dengan aku dan sepedaku?” Ah… kebanyakan mikir. Keburu sampai rumah.
Toh pada akhirnya kita jalan ya jalan saja. Kan bisa atau tidaknya bukan kita juga yang menentukan. Jalannya yang menentukan. Tapi paling tidak, dengan sesi jalan seiring dengan sepeda ini jadi muncul sedikit pengertian atas kedua belah pihak. Yang ingin bergerak dan yang digerakkan.
Ternyata penting juga ada waktu untuk berjalan sejajar, mendengarkan decit-decit komponen sepeda. Belum tentu yang dirasa siap itu sudah siap dan baik semuanya. Siapa tahu nanti jadi terdengar mereka yang sudah aus minta ganti, atau yang geser minta diluruskan. Selalu ada yang bisa didengar dan dirasakan sambil jalan. Seperti seorang pertapa yang berolahtapa, pesepeda juga dapat berlatih lebih tajam mendengarkan sepedanya. Mendengar mereka yang sebetulnya sama-sama ingin pergi, namun perlu lebih dimengerti. Mengerti batasnya dan menemukan ritme bergerak bersama.
Mungkin tidak perlu rusak dan menuntun dulu. Bisa saja sesimpel berjalan perlahan merasakan guliran roda, gesekan rem yang tidak sama, sambil berterima kasih selama ini sudah boleh meluncur dan bergulir bersama. Untuk nanti kita bisa lebih mantap terus berjalan, berhenti, berproses bersama lagi.
And tagged : kartu, kartu tarot, kesempatan, meditasi, melangkah pasti, mendengarkan, mengerti, menguasai diri, pencerahan, refleksi, semesta, soul searching, tarot, the hermit, yogi